Oleh: Ika Sartika
(email: tika_tootoot90@ymail.com)
(email: tika_tootoot90@ymail.com)
Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang bersifat indah dan dapat menimbulkan kesan yang indah bagi pembacanya. Oleh karena itu, salah satu ciri karya sastra adalah bersifat imajinatif, yaitu menimbulkan citra atau bayangan tertentu di dalam benak penikmatnya., sehingga mampu membangkitkan perasaan senang, sedih, marah, benci, dan dendam. Perasaan itu muncul bukan oleh perasaan atau pertentangan nasib melainkan pengaruh teknik penceritaan penulis. Sebuah karya sastra yang jadi, merupakan sebuah bangun cerita yang menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan pengarang. Karya tersebut merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistic. Sebagai sebuah totalitas, sastra mempunyai bagian-bagian, unsure-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan.
Menurut genrenya, karya sastra dapat dibagi menjadi tiga, yaitu prosa (fiksi), puisi dan drama. Adapun focus kajian yang akan diangkat dalam analisis ini berpusat pada drama. Drama merupakan genre sastra yang unik. Drama tidak sekedar dibaca tetapi juga dipertontonkan. Sebagai tontonan, cerita drama dapat dikatakan ephemeral, yaitu bermula pada suatu malam dan berakhir pada malam yang sama.
Seperti halnya dalam prosa fiksi maupun puisi dalam drama juga terdapat dua unsure yang membangunkan. Kedua unsure tersebut adalah unsure intrinsic dan ekstrinsik. Unsure intrinsic sebuah sastra adalah unsure-unsur yang secara langsung turut serta membangun karya sastra. Salah satu unsure itu adalah unsure tokoh dan penokohan. Menurut Sudjiman, tokoh adalah individu rekaan yang berwujud manusia atau binatang yang mengalami peristiwa atau lakuan dalam cerita. Dalam hal penokohan di dalamnya terdapat hal-hal yang berkaitan dengan penamaan, pemeranan, keadaan fisik tokoh, keadaan social tokoh, serta karakter tokoh.
Drama Waktu Perempuan karya Royal Ikmal merupakan sebuah karya sastra, dalam hal ini drama, yang mengangkat tema yang sedikit banyak menyinggung keberadaan kaum laki-laki dan perempuan. Dalam drama ini, yang ditonjolkan adalah egoisme para tokoh dalam hal “siapa yang menjadikan siapa”. Untuk meneliti lebih lanjut mengenai egoisme tokoh-tokoh tersebut digunakan kritik atau pendekatan Structural Feminis.
Kritik feminis merupakan suatu perkembangan dan gerakan dalam kritik teori dan pengkajian yang melaju pada akhir tahun 1960-an. Kritik feminis adalah suatu kritik sastra yang berusaha mendeskripsikan dan menafsirkan serta menafsirkan kembali pengalaman perempuan dalam berbagai karya sastra. Kritik feminis ini mempermasalahkan ideology yang berkepanjangan yang didominasi dan berpusat pada jenis kelamin laki-laki ditambah dengan semacam persekongkolan laki-laki dengan sikap patriakalnya serta penafsiran laki-laki dalam sastra dan kritik sastra. Di samping itu, kritik feminis menantang dan menentang gagasan dan pandangan tradisional dan mapan kaum laki-laki terhadap sifat dasar perempuan dan bagaimana merasa berfikir dan bertindak serta bagaimana kaum perempuan pada umumnya menanggapi kehidupan dan hidup ini.
Egoisme para tokoh yang telah disinggung di atas terlihat jelas disetiap adegan yang terdapat dalam drama. Pada adegan pertama, yaitu dialog antara Pemuda 1, Pemuda 2, dan perempuan 1, terlihat dengan sangat menonjol bagaimana Pemuda 1 menganggap bahwa sangat mudah untuk melakukan sesuatu dengan menghalalkan segala cara. Sementara Perempuan 2, merasa bahwa dirinya tenggalam dalam sebuah kegelapan yang memerihkan.
Dalam adegan kedua, dialog antara pemuda 1, perempuan tua, dan perempuan 2, tersirat dalam adegan tersebut bahwa pemuda 1 merupakan seorang pemuda yang malas bekerja, si pemuda hanya mengandalkan kekuatan sang perempuan tua yang dipanggilnya dengan Ibu. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:
Pemuda 1: “Bu, aku lapar…!Berikan aku Ibu debu tanganmu. Bu, aku haus! Berikan aku keringat tanganmu!”
Adegan ketiga merupakan klimaks dari drama ini, yang mana dalam adegan ketiga ini, terjadi perseteruan antara tokoh pemuda 1, pemuda 2, perempuan 1 dan perempuan 2. Perseteruan tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:
Pemuda 2: “Kamu ada pada kami.”
Perempuan 2: “Tidak. Kamu ada pada kami.”
Perempuan 1: “Kalian punya ibu yang menyusui kalian.”
Pemuda 2: “Kalian punya bapak yang memberikan nafkah untuk kalian”
Perempuan 1: “aku bosan mengeluarkan kotoran pada kepala kalian dan menunjukkan jalan unutk kalian. Aku punya pakaian yang kalian bisa memakainya untuk mengganti pakain kalian yang telah usang”
Pemuda 2: “Ah! Kamu hanya mengolah rancangan kami”
Perempuan 2: “Ia. Memang betul. Tapi, kamiyang menjadikannya”
Pemuda 1: “Kalian memang yang menjadikannya, akan tetapi kami yang mengadakannya semua”
Egoisme para tokoh telah terhampar dengan jelas dalam adegan ketiga ini. Pemuda 1 dan pemuda 2 yang dengan tegas menganggap bahwa pendapat mereka lah yang paling benar. Disamping itu, kedua tokoh perempuan dalam drama ini juga yakin akan kebenaran pendapat mereka. Telah disinggung di atas bahwa egoisme para tokoh dalam hal ini adalah “siapa yang menjadikan siapa”.
Sebagai kesimpulan, dalam drama Waktu Perempuan karya Royal Ikmal ini perempuan ditempatkan sebagai makluk yang lemah, tetapi dalam drama ini pula perempuan melakukan sebuah pembelaan dalam hal mempertahankan pendapatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar