Mari Berbagi Pengetahuan di Sini

Senin, 19 Desember 2011

PROFESIONALITAS DAN ETOS KERJA GURU DI ERA GLOBAL

Ika Sartika
Mahasiswa FKIP Unhalu

   

Abstrak

   
    Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menguraikan dan melihat sudah sejauh mana sebenarnya eksistensi guru dalam hal memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada anak didiknya. Penulisan mengambil data dari berbagai buku dan artikel yang telah ditulis oleh para peneliti sebelumnya. Selain itu, diadakan juga sedikit wawancara kepada masyarakat mengenai pandangan mereka dalam hal profesionalitas dan etos kerja para guru sekarang ini. Profesionalitas dan etos kerja guru yang di sorot dalam tulisan ini adalah sejauh mana mereka –para guru- menjalankan tugas keguruannya. Apakah tugas tersebut dijadikan sebagai panggilan hidup untuk memanusiakan manusia ataukah hanya sebagai profesi untuk mencari nafkah semata. Selain itu diuraikan juga bagaimana seharusnya guru bersikap dalam menghadapi tantangan era globalisasi yang saat ini semakin merajalela. Secara umum artikel ini berisi tentang kinerja dan pandangan guru mengenai profesi keguruannya itu sendiri.

Kata Kunci

    Kata kunci : profesi, etos kerja, pendidikan, guru, globalisasi.



Pendahuluan

    Pendidikan merupakan salah satu sector penting dalam pembangunan di setiap Negara. Menurut Undang-Undang No.20 tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segalapotensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk  mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Untuk mencapai tujuan yang mulia ini maka disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan dan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yangbtelah ditentukan. Untuk iu, diperlukan tenaga pendidik atau guru untuk melaksanakan dan merealisasikan kurikulum tersebut di sekolah-sekolah.
    Guru adalah orang yang sangat berpengaruh dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, guru harus betul-betul membawa siswanya kepada tujuan kurikulum yang ingin dicapai. Guru harus mampu mempengaruhi siswanya. Guru harus berpandangan luas dan criteria bagi seorang guru ialah harus memiliki kewibawaan.
    Kewibawaan adalah sesuatu yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang guru. Guru yang mempunyai kewibawaan berarti mempunyai kesungguhan, suatu kekuatan, suatu yang dapat memberikan kesan dan pengaruh. Pengetahuan teknik mengajar juga pengalaman-pengalaman tidaklah cukup untuk mempengaruhi seseorang. Ini adalah misteri dalam mengajar, dan sama dengan misteri yang terdapat di dalam proses penyembuhan. Seni lebih dari sekedar pengetahuan atau keterampilan. Seni itu melandasi kemampuan untuk penampilan diri.

    Banyak orang yang berpendapat bahwa kurikulum tidak perlu bagus, asal dicetak guru-guru yang bermutu, niscaya pendidikan pun akan bagus pula. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, kurikulum yang tercipta sungguh amat tinggi tetapi guru yang seharusnya menjalankan kurikulum, umumnya tidak suka perubahan sekaligus cara mengajarnya. Meski berbagai penataran sudah dilakukan, tetap saja guru kembali ke cara mengajar yang lama, maka reformasi pendidikan di Indonesia pun berjalan amat lambat.
    Guru memegang peranan penting dalam proses pendidikan. Akan tetapi, jika mereka tidak medapatkan penghargaan selayaknya. Ada kemungkinan besar para guru tidak bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas. Untuk itu, pemerintah perlu turun tangan untuk meningkatkan profesionalitas guru sekaligus pendidikan calon guru serta proses penerimaan guru.
    Atas dasar uraian di atas, dapat dikatakan bahwa persoalan besar yang dialami oleh pendidikan saat ini adalah rendahnya tingkat kesejahteraan guru. Hal ini berimbas pada profesionalitas dan etos kerja mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik generasi penerus bangsa.

Analisis Konseptual

    Tantangan pendidikan Indonesia sekarang ini amat besar. Mutu pendidikan terpuruk, baik dalam hal pengetahuan maupun dalam pendidikan nilai kemanusiaan. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi yang begitu canggih, dunia ini terasa menjadi kecil sehingga apapun yang terjadi dibelahan bumi tertentu cepat diketahui di seluruh dunia.
    Pengaruh globalisasi tidak dapat dicegah lagi. Tantangan-tantangan itu menuntut pendidikan kita diperbaharui agar tidak ketinggalan zaman dan dapat bersaing dengan negara lain. Apabila pendidikan di Indonesia sungguh ingin direformasi, salah satunya yang perlu dibenahi adalah guru. Tantangan pendidikan yang amat kompleks itu menuntut guru-guru yang memiliki karakter dan sifat tertentu, seperti menjalankan tugasnya sebagai panggilan hidup, berdedikasi tinggi, professional, bersikap sebagai seorang intelektual, dan memiliki etos kerja yang tinggi.

    Profesionalitas

    Pada awalnya, kata ‘profesi’ seperti yang kita pergunakan sekarang ini arti sebenarnya tidak lain dari pernyataan atau pengakuan tentang bidang pekerjaan atau bidang pengabdian yang dipilih. Jadi, bila seseorang mengatakan bahwa ‘profesinya adalah musik’ sebenarnya tidak lain bahwa ia ingin memberitahukan kepada orang lain, bahwa bidang pekerjaan yang dipilihnya adalah bermain musik. 
    Pada taraf perkembangan berikutnya, kata ‘profesi’ ini mendapatkan arti yang lebih jelas atau lebih ketat. Ada dua ketentuan mengenai penggunaan kata’ profesi’ ini. pertama, suatu kegiatan hanya dapat dikatakan profesi bila kegiatan itu dilakukan untuk mencari nafkah. Kegiatan yang dilakukan tidak untuk mencari nafkah, melainkan untuk mencari kesenangan atau kepuasan semata-mata disebut hobbi. Kedua ditentukan pula bahwa suatu kegiatan untuk mencari nafkah hanya boleh disebut profesi bila dilakukan dengan tingkat keahlian yang cukup tinggi.
    Berdasarkan kedua ketentuan di atas, dapat kita ketahui bahwa pengakuan atau claim sebagai seorang professional, sebagai seorang pengemban profesi membawa kewajiban-kewajiban tertentu. Kalau kewajiaban-kewajiban ini diabaikan, maka anggota profesi yang lalai ini oleh teman-teman sejawatnya dan oleh masyarakat umum akan dipandang melanggar etika profesi. Konsekuensinya ia dapat dikucilkan atau di-ex-komunikasi-kan dari lingkungan profesinya.
    Sejalan dengan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa profesionalisme adalah sebagai pandangan tentang bidang pekerjaan, yaitu pandangan yang menganggap bidang pekerjaan sebagai suatu pengabdian melalui keahlian tertentu dan yang menganggap keahlian itu sebagai sesuatu yang harus diperbaharui secara terus-menerus dengan memanfaatkan kemajuan-kemajuan yang terdapat dalam ilmu pengetahuan. Dari definisi ini, dapat dilihat adanya pertautan antara kegiatan-kegiatan dengan kegiatan akademik. Kalau kehidupan akademik bermuara pada diperolehnya kemajuan ilmu pengetahuan, maka kegiatan professional dimulai dari pemahaman dan pemanfaatan terhadap kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan yang sudah ada. Dan hal ini pula yang merupakan garis pemisah –sekaligus titik penghubung- antara profesionalitas dan akademisme.

    Etos Kerja

    Kata “etos” berasal dari Yunani ethos yang berarti “cirri, sifat” atau “kebiasaan, adapt istiadat”, atau juga “kecenderungan moral, pandangan hidup”, yang dimiliki oleh seseorang , suatu golongan atau bangsa. Jadi ‘etos kerja ’ artinya sikap terhadap kerja, pandangan terhadap kerja, kebiasaan kerja, cirri-ciri atau sifat mengenai cara bekerja, yang dimiliki oleh seseorang , suatu golongan atau bangsa.
    Ada tiga dasar yang selalu dapat dilihat pada setiap professional yang baik mengenai cara kerja mereka. Ketiga cirri dasar itu ialah:
1.    Keinginan untuk menjunjung tinggi mutu pekerjaan (job quality),
2.    Menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan,dan
3.    Keinginan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui pekerjaan atau karya profesionalnya.
Dengan etos kerja seperti ini setiap professional yang baik tidak akan menyerahkan hasil karya  yang berkualitas rendah. Dia akan melakukan segala hal yang mungkin dilakukannya untk menjunjung tinggi harga dirinya. Kalau ia merasa bahwa suatu pekerjaan terletak di luar kemampuannya, maka ia akan menolak melakukan pekarjaan itu. Dia tidak akan gegabah melakukan sesuatu yang tidak dikuasainya betul-betul. Dan pada akhirnya dia akan berusaha untuk melakukan segala sesuatu dengan cara yang menguntungkan masyarakat. Seseorang professional yang baik dlam melakukan pekerjaannya tidak akan bersikap egosentrik apalagi egoistic.
Apabila etos kerja seperti ilustrasi di atas dijadikan sebagai ukuran utuk menilai etos kerja para tenaga pendidik sekarang ini, maka tidak akan terlalu sukar untuk menentukan apa yang harus dilakukan di lingkungan kita untuk memantapkan etos kerja ini. keinginan untuk menjaga mutu atau kulaitas pekerjaan, misalnya, merupakan suatu cirri yang harus ditanamkan secara intensif dihati masing-masing tenaga pendidik. Bagi seorang tenaga pendidik yang benar-benar professional tidak akan puas dengan mengulang-ngulang saja bahan kuliah yang telah disusunnya dua atau tiga tahun yang lalu. Dia akan malu terhadap diri sendiri kalau dari tahun ketahun, dari suatu tempat ke tempat yang lain ia tetap membicarakan yang itu-itu saja.
Menurut penelitain yang telah dilakukan oleh LIPI dalam masyarakat Indonesia, dikalangan penduduk lapisan bawah dan menengah bawah, terdapat etos kerja yang cukup mantap , cukup dapat diandalkan untuk keperluan pembangunan. Yaitu etos kerja yang memandang bekerja sebagai gabungan dari beberapa tujuan atau maksud:
1.    Mencari nafkah,
2.    Menjamin masa depan anak cucu,
3.    Mendapatkan tempat di masyarakat,dan
4.    Menyatakan jati dirinya, pandangan-pandangan serta prinsip-prinsip yang ada dalam dirinya.

Pembahasan

    Membicarakn masalah pendidikan, kadang-kadang kita dihadapkan pada mata rantai persoalan yang tidak jelas ujung pangkalnya dan dari mana kita harus memulainya. Guru merupakan pihak yang paling sering dituding sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan. Asumsi demikan tentunya tidak semua benar, mengingat teramat banyak komponene mikrosistem pendidikanyang ikut menentukan kualitas pendidikan.
Namun begitu, guru memang merupakan salah satu komponen mikrosistem pendidikan yang sangat strategis dan banyak mengambil peran di dalam proses pendidikan secara luas, khususnya dalam pendidikan persekolahan. Oleh karena itu, kita memang banyak menaruh harapan kepada guru da dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Jika harapan tersebut sulit dipenuhi maka setidaknya guru yang menangani langsung masalah pendidikan adalah guru-guru yang memiliki kualitas yang cukup memadai.
Di dalam buku Effective Schools and Effective Teacher, Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas (1989) mengemukakan tentang beberapa ciri guru yang efektif sebagai berikut:
1.    Memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim kelas.
2.    Memiliki kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen.
3.    Memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik dan penguatan (reinforcement).
4.    Memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri.
Berkenaan  dengan kualitas guru ini, Raka Joni (1980) mengemukakan adanya tiga dimensi umum yang menjadi kompetensi tenaga kependidikan sebagai berikut;
1.    Kompetensi personal atau pribadi, artinya seorang guru harus memiliki kepribadian yang mantap yang patut diteladani. Dengan demikian  seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa , tut wuri handayani.
2.    Kompetensi profesional, artinya seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas, mendalam dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar  di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
3.    Kompetensi kemasyarakatan, artinya seorang guru harus mampu berkomunikasi baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
Jadi, guru adalah sosok manusia yang harus memiliki kualifikasi berbagai kemampuan yang pada akhirnay akan tercermin dalam karakter pribadi  ing ngarso sung tulada iang madya mangun karsa tut wuri handayani. Kepadanyalah kita berharap agar masa depan anak bangsa dapat berkembang dan maju untuk mengejar ketertingglan.
Pendidikan di Indonesia membutuhkan guru yang menghayati tugasnya sebagai suatu panggilan. David Hansen dalam buku The call to Teach (1995), menjelaskan dau unsur penting dari panggilan, yaitu: (1) pekerjaan itu membantu mengembangkan orang lain, dan (2) pekerjaan itu juga mengembangkan dan memenuhi diri sendiri sebagai panggilan.
Unsur pertama sesuai dengan makna pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia muda. Bagi guru, pertama-tama yang dipikirkan, yang diusahakan dalam tugasnya adalah bagaimana agar siswa mereka berkembang dan berhasil. Apapun yang terjadi dan apa pun situasinya, guru pertama-tama bukan berpikir untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anak didiknya. Bagi guru yang menjalankan tugasnya sebagai panggilan, ia rela menyediakan banyak waktu, tenaga dan pikiran bagi perkembangan dan keberhasilan anak didik. Maka, bila ada anak didik yang nakal, yang tidak cepat berkembang, yang lambat berpilih, ia akan mencari jalan bagaimana dapat membantu mereka.
Dalam penghayatan panggilan itu, guru akan penuh dedikasi bagi perkembangan anak didik, tidak kikir dalam mengembangkan anak didik.dalam bahasa yang lebih religius, guru yang menghayati panggilan ini akan sungguh mencintai anak didiknya untuk maju. Anak-anak yang terbelakang, yang kurang berkembang, yang mempunyai persoalan akan selalu dibantu. Kepuasan guru justru jika berhasilmembantu mereka mengatasi persoalannya.
Unsur kedua adalah memenuhi kepentingan pribadi. Pekerjaan guru juga akhirnya membuahkanhasil bagi perkembangan dan kepenuhan guru sendiri. Ia merasa senang dan bahagia karena dapat membantu anak didik. Dalam hal ini tentudiharapkan ada hasil berupa materi (upah), meski itu buka yang utama. Dengan melakukan pekerjaan sebagai guru, seorang guru berkembang menjadi lebih manusiawi, dan mempunyai harga diri.
Dalam pengertian di atas, tampak bahwa bayak guru di Indonesia belum menghayati tugasnya sebagai panggilan hidup. Masih banyak guru yang menghayati pekerjaannya sebagai lapangan kerja untuk mencari uang, yang sebenarnya jumlah uangnya kecil. Belum banyak guru yang sungguh perhatian kepada kemajuan dan kebaikan siswa secara penuh. Masih banyak guru yang mengerjakan proyek di mana-mana untuk mencari tambahan uang.
Diselenggarakannya Hari Guru Internasional dapat dijadikan indikator betapa pentingnya peran guru dalam abad global dan era reformasi saat ini. Itu berarti, komunitas dunia secara global mengakui kontribusi guru terhadap pembentukan sikap , perilaku serta ketercapain  transfer of learnig pada para peserta didik baik secara individu maupun kelompok.
Oleh karena itu, kita wajib menghargai jasa para guru kita. Tidak terbayang akan seperti apa masa depan generasi muda bangsa  ini jika tanpa sentuhan profesional guru kerika mereka berada dibangku sekolah formal. Tidak cukup kita menghargai para guru yang hanya dengan berbagai nyanyian dan gelar kepahlawanan yang cenderung mengondisikan mereka ke alam pikir “eufemisme”. Sebaliknya,sudah saatnya apabila semua pihak terutama pemerintah dan negara menghargai dan mengakui eksistensi guru secara profesional dengan segala konsekuensi peningkatan kesejahteraannya.
Guru memang tumpuan harapan bagi orang banyak , baik rkyat jelata maupun petinggi negara. Namun untuk saat ini, tidak semua anak bangsa ini dengan suka rela bersedia bercita-cita menjadi guru sebagai pilihan utama profesinya. Guru memang sering dijadikan idola bagi anak-anak, tetapi profesi guru tidak menjadikan semua orang tua berminat mengajak anak-anak mereka untuk mewarisi karier profesi gurunya.
Para pengambil kebijakan yang berpengaruh pada kehidupan profesional guru perlu segera mengambil tindakan nyata untuk melakukan profesional enpowering  terhadap eksistensi guru. Dengan demikian mereka benar-benar dapat berperan secara optimal bagi proses pembelajaran para siswa di sektor pendidikan sekolah atau luar sekolah. Guru masa kini dan masa mendatang selalu menghadapi tantangan amat berat. Tantangan itu demikian  pelik sehingga dapat membuat  guru harus betul-betul bekerja keras jika tidak ingin ketinggalan zaman dan kehilangan wibawa di kelas tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Guru masa mendatang harus dinamis dan kreatif dalam mencari dan memanfaatkan  sumber-sumber informasi. Karena dala era globalisasi, arus informasi dapat muncul dari berbagai media. Akibatnya, guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang peling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, dan berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih lebih pandai di tengah-tengah muridnya. Dampak akademiknya adalah ilmu dan pengetahuan yang diperoleh guru semakin cepat usang.

Simpulan dan Saran
   
    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru pada saat sekarang ini masih banyak yang manganggap bahwa profesi yang mereka jalani  hanya sebagai ladang mencari nafkah atau hanya sebagai tugas semata tanpa merasa adanya panggilan untuk memanusiakan manusia. Tetapi tidak sedikit pula guru atau tenaga pendidik yang benar-benar menjadikan profesi guru sebagai panggilan jiwa untuk melahirkan generasi muda yang berjiwa intelektual dan berakhlak mulia.
    Untuk memajukan mutu pendidikan, perlu diadakan perubahan besar-besaran di lingkungan akademik khususnya di sekolah-sekolah. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyadarkan para tenaga pendidik bahwa profesi yang mereka jalani merupakan ujung tombak keberhasilan dan kesuksesan mutu pendidikan di masa mendatang. Di samping itu, pemerintah juga harus memperhatikan kesejahteraan hidup para tenaga pendidik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar